Dance With Wolves

548x 14-12-2023 14:40:38 Berita
Dance With Wolves

Karena keberanian dan keterampilan di medan perang, suku Sioux mampu mematahkan gerak pasukan kaveleri Amerika. Perang ini terjadi di Montana tahun 1876 yang dikenal dengan peristiwa Perang Little Big Horn. Tahun 1990, Kevin Costner memutar kembali peristiwa perang yang melibatkan suku Indian lewat film berjudul ‘Dance With Wolves’. Kevin Costner memerankan dirinya sebagai tentara kaveleri yang menari-nari dengan dua serigala. Serigala dalam pengertian sesungguhnya dan serigala yang menggambarkan karakter suku Sioux.

Belajar menganyam daun lais

Menariknya, buasnya dua serigala ditaklukan dengan tarian. Kebetulan, tarian juga menarik perhatian ‘Squad Kebudayaan’. Squad yang dimaksud tak lain delegasi Pertukaran Pelajar Indonesia Australia (PPIA) yang sedang magang di Bidang Kebudayaan Disdikbud Kabupaten Belitung. Tarian mereka memang selembut anak-anak yang sedang berlatih tari di Kawasan Geosite Aik Rusak Berehun - Desa Wisata Kreatif Terong Belitung. Tak seperti Tarian Pok Pok Gerinang yang mampu membuat ‘kak ing ingking asuk’ menjadi lembut dan estetik.
Dalam kontek kebudayaan, tarian bisa dijadikan soft diplomacy. Diplomasi itulah yang dilakukan Letnan John Dunbar yang diperankan Kevin Costner. Ia berinteraksi dan berkomunikasi dengan ganasnya medan perang, dengan buasnya serigala yang datang ke pos perbatasan Fort Sedwick dan citra ganasnya suku Sioux. Kuncinya pada komunikasi bukan hegemoni (dengan kekuasaan).
Apa yang kami kerjakan di Geosite Aik Rusak Berehun beberapa waktu lalu (13/12/2023) adalah fakta yang terinspirasi dari "Dance With Wolves". Dalam film, buas ditujukan pada serigala dan suku Siuox, di alam nyata buas itu adalah seni tradisi dan seni atraktif. Pembuat kebijakan publik acapkali tidak membaca catatan harian John Dunbar : "Sebagian besar kemajuan kami dibangun berdasarkan kegagalan".

Latihan rutin sanggar tari Desa Wisata Kreatif Terong di lokasi Wisata Aik Rusa Berehun.

Bukankah kita juga sering gagal ketika membangun kebudayaan. Jadi, tak ada salahnya belajar dari kegagalan. Lalu dimana medan pertempurannya ? Tentu saja bukan pos perbatasan Fort Sedwick melainkan lokasi latihan tari di Geosite Aik Rusak Berehun yang dibangun lewat kegigihan masyarakat Desa Terong lalu di isi dengan berbagai kegiatan budaya dan kearifan lokal yang salah satunya adalah kegiatan latihan menari oleh anak-anak Desa Terong sebagai bagian dari pejuang pariwisata berbasis masyarakat yang sukses.
Setelah menganyam daun lais membuat karung kecil tempat air botol mineral di pondok Desa Wisata Kreatif Terong, mereka menyaksikan tarian Pok Pok Gerinang, kemudian membaurkan dalam tarian Sepen. Mereka tidak menulis catatan harian seperti Letnan John Dunbar, namun harapannya latihan tari tadi mereka tulis dalam pikiran bahwa kegagalan bisa menjadi pelajaran selagi kita ada interaksi dan komunikasi.
Aktivitas Squad Kebudayaan mungkin berbeda. Mereka tidak melebur dalam kegiatan administrasi dengan dukungan perangkat komputer yang memadai. Squad Kebudayaan mencari alternatif dari keterbasaran sarana dengan menjadikan field trip ke Desa Wisata Kreatif Terong sebagai inspirasi. Begitu inspirasi didapat, maka data collecting dan gap analysis akan menjadi mudah, mudah pula penyusunan laporan magang kemudian. (Fiet, Inspirasi Desa Kreatif Terong)

Menyadur tulisan dari salah satu Sang Maestro Budayawan Belitung Bapak Fitrhorozi.

Artikel ini ditayangkan di website Desa Wisata Kreatif Terong sudah seijin penulis aslinya yaitu Bapak Fitrhorozi. Sengaja kemudian ini tulisan ini diangkat karena ada bagian menarik yang kiranya penting untuk kita pahami bersama bahwa ruang komunikasi publik (boleh juga disebut komunikasi internal komunitas)  adalah sesuatu yang mesti dilakukan dengan tetap mengedepankan pendekatan budaya dan kearifan lokal setempat. Karena sesuatu yang dimulai dengan komunikasi yang komunikatif (Baik dan benar) akan sangat menentukan langkah dan tujuan berikutnya. (Disadur oleh ISWANDI)

 

Posting Terkait